Friday, 5 April 2019

MAKALAH STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN METAMORFOSIS DAN REGENERASI


MAKALAH STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN
METAMORFOSIS DAN REGENERASI

Oleh:
Kelompok 3
1.    Inda Permata Sari        (1522220033)
2.    Nofa Rojayanti             (1522220043)
3.    R.A Dwika Shinta        (1512220019)
4.    Syahirul Alim               (1512220022)



Dosen Pembimbing:
Nur Fadhilah, M.Pd




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Metamorfosis adalah suatu proses biologi dimana hewan secara fisik mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas. Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui pertumbuhan sel dan diferensiasi sel. Metamorfosis terbagi atas metamorfosis sempurna (holometabola) dan tidak sempurna (hemimetabola) (Suhono, 2013).
Sepanjang hidup suatu organisme, beberapa bagian tubuhnya dapat rusak atau lenyap. Sebagian  besar organisme sampai derajat tertentu memepunyai kemampuan mengganti bagian-bagian yang rusak atau lenyap tersebut. Proses penggantian ini disebut regenerasi. Regenerasi dapat diartikan sebagai kemampuan tubuh suatu organisme untuk menggantikan bagian tubuh yang rusak baik yang disengaja ataupun tidak sengaja (karena kecelakaan) dengan bagian tubuh yang baru dengan bentuk yang sama persis dengan sebelumnya(Yatim, 1982).
Kemampuan untuk beregenerasi, struktur yang hilang terdapat pada hampir semua makhluk paling tidak dalam suatu derajat tertentu. Pada hewan vertebrata kemampuan meregenerasi struktur-struktur utama tubuhnya terbatas pada urodella yang dapat mengganti anggota badan atau ekor, mata, insang yang hilang. Pada vertebrata yang lebih tinggi tingkatannya sama sekali tidak terdapat kemampuan meregenerasi anggota badannya. Regenerasi hanya terjadi secara fisiologi seperti sel-sel darah, kulit, dan turunan-turunan integumen yang berlangsung selama hidupnya (Kimball, 1992).
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan ada yang rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan sistematik hewan dengan daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya adalah kelas hewan invertebrata, yaitu coelenterata, platyhelminthes, annelida, crustacea. Sedangkan pada hewan vertebrata pada kelas aves dan mamalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka, bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali (Kimball, 1992).
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan metamorfosis?
2.    Bagaimana metamorfosis pada hewan vertebrata?
3.    Apa yang dimaksud dengan regenerasi?
4.    Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi?
5.    Bagaimana regenerasi pada hewan vertebrata?

C.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari metamorfosis.
2.    Untuk mengetahui bagaimana proses metamorfosis pada hewan vertebrata.
3.    Untuk mengetahui pengertian dari regenerasi.
4.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi.
5.    Untuk mengetahui bagaimana proses regenerasi pada hewan vertebrata.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Metamorfosis
Metamorfosis secara bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta yang berarti “berubah” dan morphe yang berarti “bentuk”. Metamorfosis suatu binatang melibatkan perubahan bentuk tubuh yang nyata dari telur hingga dewasa. Proses perubahan tersebut terjadi karena perubahan fungsi. Pada tingkat organisme terjadi pada hewan avertebrata dan vertebrata. Metamorfosis terbagi dua yaitu metamorfosis sempurna (holometabola) dan metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola) (Kimball, 1922).
1.    Metamorfosis Sempurna (Holometabola)
Metamorfosis sempurna (holometabola) adalah proses perubahan bentuk tubuh hewan dari kecil hingga dewasa. Metamorfosis sempurna adalah metamorfosis yang mengalami empat fase, yaitu: telur, larva, pupa (kepompong), dan imago. Pada hewan invertebrata metamorfosis sempurna ini terdapat pada kelas insecta, misalnya kupu-kupu, nyamuk, lalat, dan semut. Sedangkan pada hewan vertebrata metamorfosis sempurna terdapat pada kelas amphibia (Kimball, 1992).
Berikut ini fase-fase pada metamorfosis sempurna dari hewan kelas ambhibia, yaitu katak (Yatim, 1982):
a.    Fase telur
Proses pertama dalam proses metamorfosis amphibia tentu saja fase telur. Katak ini akan menghasilkan banyak sekali telur, namun tidak semua telur ini akan jadi dan berubah menjadi katak. Telur katak biasanya akan disimpan oleh induknya pada permukaan air yang tenang sehingga tidak merusak struktur kulitnya. Biasanya setelah 21 hari, katak ini akan menetas dan proses metamorfosis pun akan berlanjut ke fase berikutnya.
b.      Fase larva
Fase larva pada katak ini biasanya disebut fase kecebong, karena memang katak setelah menetas akan langsung berupa kecebong. Kecebong ini biasanya menggunakan insang pada permukaan kulitnya untuk bernafas dan biasanya mereka akan mencari makanan berupa alga. Pada fase ini pula biasanya hewan amphibia mengalami perubahan morfologi, yaitu:
1)   Pada usia sekitar 4 minggu, insang yang terdapat di permukaan kulit ini akan tertutupi oleh pertumbuhan kulit, sehingga insang akan tertutup kedalam kulit dan menjadi tidak terlihat lagi seiring dengan perkembangan kecebong ini menjadi katak muda.
2)   Pada usia sekitar 7 minggu, akan mulai terlihat kaki depan maupun kaki belakang dari kecebong ini, dan juga bentuk kepalanya juga mulai memanjang.
3)   Pada akhirnya setelah memakan waktu 9 minggu kecebong ini telah memiliki bentuk layaknya sebuah katak, dan hal ini menandai fase selanjutnya dari katak maupun hewan amphibia secara umum.
c.    Fase katak muda
Pada fase ini biasanya hewan amphibia mengalami perubahan fisiologi setelah pada fase larva. Disebut sebagai perubahan fisiologi karena pada fase ini, hewan amphibia biasanya akan mengalami perubahan fungsi pada sistem pernafasan mereka.
d.   Fase dewasa
Hewan amphibia sudah mulai aktif mencari makanan sendiri dan melakukan perkawinan antara spesies jantan dan spesies betina untuk menghasilkan telur-telur baru dan proses metamorfosis pun terulang.
Berikut ini adalah penjelasan dari metamorfosis sempurna pada amphibia:
a.    Perubahan organisasi selama proses metamorfosis
Berudu katak dan kodok memakan materi tumbuhan yang ada di perairan (hancuran tumbuhan, baik yang masih hidup ataupun yang telah mati dan fitoplankton) dengan bantuan gigi-gigi tanduk yang tumbuh disekitar mulut. Perubahan pola organisasi hewan selama proses metamorfosis ada yang berjalan secara progresif dan ada pula yang regresif, oleh karena itu digolongkan menjadi tiga kelompok, antara lain:
1)   Struktur atau organ yang diperlukan selama masa larva tetap terdapat organ lain yang memiliki struktur atau fungsi sama pada hewan dewasa mungkin hilang semua.
2)   Beberapa organ tumbuh dan berkembang selama dan setelah proses metamorfosis.
3)   Organ-organ yang ada dan berfungsi selama masa sebelum dan setalah metamorfosis mengalami perubahan sesuai model dan kebutuhan hidup dari individu dewasanya (Surjono, 2001).
Proses regresif selama metamorfosis berudu katak adalah sebagai berikut: ekor yang panjang dan semua strukturnya mengalami resorpsi sampai habis. Insang luar juga mengalami resorpsi, penutup insang akan menutup dan rongga peribrankia juga menghilang. Gigi-gigi tanduk yang ada disekitar mulut akan mengalami penataan kembali menjadi gigi-gigi yang terletak pada permukaan rahang, sementara bentuk mulutnya mengalami perubahan. Bumbung kloaka mengalami pemendekan dan reduksi. Beberapa pembuluh darah juga mengalami reduksi, termasuk bagian-bagian dari arkus aortikus (Surjono, 2001).
Proses pembentukan organ baru selama metamorfosis adalah perkembangan kaki-kaki yang sangat progresif terutama pada penambahan ukuran dan perubahan bentuk. Kaki depan yang tumbuh di dalam selaput operkulum, memecah dan tumbuh keluar. Telinga tengah berkembang dan berhubungan dengan celah faring pertama. Membran timpani tumbuh dengan baik disokong oleh rawan timpani. Mata terdesak ke arah dorsal kepala dan kelopak mata tumbuh. Lidahnya tumbuh dengan baik dari dasar mulut. Organ-organ yang tetap berfungsi sebelum dan sesudah masa larva adalah kulit dan saluran pencernaan. Kulit berudu ditutupi oleh dua lapis epidermis. Selama proses metamorfosis, jumlah lapisan epidermis meningkat sehingga terjadi penebalan dan pada permukaannya akan mengalami penandukan (Surjono, 2001).
Kelenjar-kelenjar mukosa dan serosa akan tumbuh pada epidermis dan kemudian tenggelam sampai jaringan ikat pada lapisan dermis. Organ-organ sensori yang terdapat sepanjang lateral tubuh pada masa larva akan hilang selama proses metamorfosis. Warna pigmen kulit juga mengalami perubahan, baik pola maupun warnanya. Saluran pencernaan yang sebelumnya sangat panjang dan melingkar-lingkar pada saat larva, seperti dijumpai pada kebanyakan herbivora, mengalami pemendekan ke depan dan menjadi relatif lurus pada hewan dewasa. Proses-proses ini terjadi dengan sangat cepat dan hanya memerlukan waktu beberapa hari saja (Surjono, 2001).
Sejalan dengan proses metamorfosis yang tampak pada perubahan bentuk dan struktur morfologis, pada katak juga terjadi perubahan fisiologis. Fungsi endokrim pankreas katak mulai terjadi selama proses metamorfosis yang berkaitan dengan perubahan atau peningkatan fungsi hati dalam mengubah glukosa menjadi glikogen. Pada berudu produksi ekskresi berupa amoniak dapat dengan mudah dibuang kelingkungan tubuh (air) melalui proses difusi dari tubuh. Tetapi pada hewan dewasa hal ini tidak mudah dilakukan. Sementara itu, deposit amoniak di dalam tubuh yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya keracunan. (Surjono, 2001).
Proses reduksi insang dan ekor berudu dipengaruhi oleh autolysis dari komponen-komponen jaringan organ tersebut, dibantu oleh sel-sel makrofag yang memakan sisa-sisa sel yang mengalami kematian. Mekanisme yang serupa juga ditemukan pada terjadinya reduksi lipatan-lipatan ekor dan insang pada urodela (Surjono, 2001).
b.    Penyebab terjadinya metamorfosis pada amphibia
1)   Kelenjar tiroid
Hormon tiroid sebagai pemicu terjadinya metamorfosis diketahui setelah dilakukannya beberapa penelitian, diantaranya adalah apabila kelenjar tiroid diambil dari seekor berudu dengan cara operasi, maka berudu yang tidak memiliki kelenjar tiroid ini tidak mengalami metamorfosis ketika dipelihara lebih dari setahun, berudu tanpa kelenjar tiroid ini terus tumbuh besar. Percobaan ini membuktikan bahwa metamorfosis tidak dapat terjadi tanpa stimulus dari hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid. Dari percobaan lain diketahui pula bahwa memelihara berudu dengan diberi makanan-makanan yang mengandung dari hormon tiroid atau memelihara berudu di dalam larutan yang mengandung hormon tiroid, berudu dengan diberi perlakuan seperti itu akan cepat mengalami metamorfosis selain itu juga membuktikan bahwa kelenjar tiroid hewan itu sendiri bukanlah satu-satunya sumber pemicu terjadinya metamorfosis selain itu ada yang dipengaruhi oleh lingkungan juga (Surjono, 2001).
2)   Larutan garam tiroglobulin
Larutan ini berasal dari merendam kelenjar tiroid di dalam larutan garam fisiologi. Hal ini akan mengakibatkan hormon dalam kelenjar tiroid akan terlarut ke dalam garam fisiologi tersebut. Hormon yang terlarut ini berupa protein tiroglobulin. Tiroglobulin ini mempercepat metamorfosis karena tiroglobulin memiliki berat molekul sekitar 675.000 dalton, merupakan sebuah molekul yang besar dan dapat menembus dinding-dinding sel dalam proses meninggalkan kelenjar tiroid menuju sel-sel target. Komponen- komponen yodium ini nantinya dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang merupakan gabungan dari komponen-komponen asam amino tirosin dan tiroksin. Tiroksin dihasilkan lebih banyak dari pada tri-iodotironin, tetapi tri-iodotironin terlihat lebih aktif dengan jaringan (Surjono, 2001).
3)   Iodine
Untuk dapat mempercepat terjadinya metamorfosis hal ini dapat dilakukan dengan cara menginjeksi larutan iodine kedalam tubuh berudu atau dengan cara menanamkan kristal yodium pada tubuh berudu. Dari penelitian ini diketahui ini diketahui bahwa yodium dapat menstimulus terjadinya metamorfosis pada axolotl yang telah diambil kelenjar tiroidnya. Dan penelitian ini juga diketahui bahwa tri-iodotironim memiliki aktivitas untuk menstimualsi metamorfosis 3-5 kali lebih tinggi dari pada tiroksin (Surjono, 2001).


4)   Kelenjar hipofisis
Apabila kelenjar hipofisis dari seekor berudu dihancurkan maka berudu tersebut tidak dapat melakukan metamorfosis. Hipofisis tidak berperan langsung pada proses metamorfosis melainkan melalui stimulus pada kelenjar tiroid (Surjono, 2001).
c.    Reaksi jaringan tubuh amphibia terhadap proses metamorfosis
Penyebab utama terjadinya proses metamorfosis itu adalah hadirnya hormon-hormon kelenjar tiroid. Mislanya, bagaimana hanya sel-sel tertentu (insang dan ekor saja) yang mengalami degenerasi sedangkan bakal kaki depan dan belakang malah tumbuh, suatu sistem yang bekerja secara antagonis. Apabila semua sebagian dari ekor berudu di cangkokkan pada tubuh berudu yang lain dan berudu itu mengalami respon. Sebaliknya apabila satu mata berudu dicangkokkan pada ekor berudu yang siap bermetamorfosis, apabila satu mata pada ekor itu tidak akan ikut diresponsi setelah masa metamorfosis terjasi. Ketika ekor mengalami pemendekan, maka mata pada ekor itu akan terbawa mendekat dan tetap hidup pada bagian sacral katak tersebut. Percobaan tersebut menunjukkan bahwa karakter reaksi jaringan terhadap stimulus dari kelenjar tiroid tidak bergantung pada tempat tetapi pada keadaan alami dari organ itu sendiri (Surjono, 2001).
Bila hormon tiroid diberikan pada berudu dengan dosis yang sangat rendah, maka dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan kaki belakang dan pemendekan saluran pencernaan. Pemberian dosis yang lebih tinggi dapat memicu munculnya kaki depan. Dosis yang lebih besar diperlukan kelipatan dosis yang berbeda pula. Bagian ujung ekor tampak lebih relatif dibandingkan pangkal ekor. Secara umum tampak sensitivitas tinggi (kadar hormon rendah, misalnya pertumbuhan kaki) merespon lebih dahulu dibandingkan dengan bagian-bagian tubuh yang memiliki sensitivitas rendah (memerlukan konsentrasi hormon tinggi, misalnya reduksi ekor) (Yatim, 1982).


d.   Proses-proses induksi selama metamorfosis amphibia
Meskipun secara umum tampak bahwa proses metamorfosis adalah reaksi langsung terhadap hormon kelenjar tiroid yang mencapai jaringan yang bersangkutan. Kulit yang menutup ekor berudu seharusnya ikut mengalami nikrosis selama proses metamorfosis, tetapi kenyataannya tidak mengalami nikrosis apabila kulit ekor itu dicangkokkan pada tubuh tanpa sel-sel otot ekor yang di bawahnya. Apabila kulit ekor itu terdapat sel-sel otot ekor yang ikut dicangkokkan kebagian tubuh manapun, maka kulit itu akan tetap mengalami nekrosis, hal ini membuktikan bahwa hormon kelenjar tiroid itu hanya mempunyai  efek langsung kepada jaringan otot apabila kulit yang melingkupinya ikut mengalami resorpsi itu adalah akibat sekunder (Surjono, 2001).
Sebuah kejadian yang lebih kompleks pada proses ini adalah terbentuknya membran timpani pada katak. Telinga yang berupa rnogga berhubungan dengan rongga mulut melalui saluran eustakhius merupakan salah satu struktur yang tumbuh secara progresif selam proses metamorfosis. Diferensiasi membran timpani terjadi menjelang berakhirnya masa metamorfosis. Dimulai dengan terbentuknya rawan yang membentuk cincin (rawan timpani) yang berkembang sebagai penonjolan dari rawan kuadrat. Kulit yang kemudian tumbuh menjadi membran timpani semula, tampak tidak berbeda dengan kulit yang ada di sekitar. Selama masa metamorfosis, jaringan ikat di daerah yang akan menjadi membran timpani mengalami reorginisasi. Lapisan serabut terpecah karena aktivitas sel-sel fagositas dan sebuah lapisan jaringan ikat baru yang lebih tipis kemudian di bangun di tempat ini. Pada membran timpani yang sudah sempurna, ketebalan kulitnya akan menjadi kurang dari setengah ketebalan kulit normal, tetapi lebih kompak dan berbeda pigmentasinya (Surjono, 2001).
Oleh karena itu, diketahui bahwa diferensiasi membran timpani bukanlah sebagai akibat langsung dari hormon kelenjar tiroid tetapi diinduksikan oleh rawan timpani. Apabila rawan timpani dihilangkan sebelum masa metamorfosis, maka membran timpani tidak akan berkembang. Apabila daerah ditutupi oleh kulit yang berasal dari bagian tubuh yang lain, maka membran timpani akan tetap berkembang. Sebaliknya apabila rawan timpani dicangkokkan di bawah kulit pada bagian tubuh mana saja sebelum berudu mangalami metamorfosis, maka kulit diatas rawan timpani itu akan mengalami diferensiasi menjadi membran timpani (Surjono, 2001).
2.    Metamorfosis Tidak Sempurna (Hemimetabola)
Metamorfosis tidak sempurna adalah proses perubahan bentuk hewan yang saat lahir tidak berbeda bentuknya dengan hewan dewasa (tidak melalui tahap menjadi kepompong), yaitu: telur, nimfa, dan hewan dewasa. Metamorfosis tidak sempurna umumnya terjadi pada hewan invertebrata, seperti capung, belalang, jangkrik, dan lainya (Kimball, 1992).
Berikut ini uraian fase-fase yang terjadi saat proses metamorfosis tidak sempurna (Yatim, 1982):
a.    Fase telur
Sama seperti pada hewan dengan metamorfosis sempurna, para telur-telur ini akan ditempatkan oleh para induk mereka di tempat yang sesuai dengan karakteristik masing-masing demi perkembangan embrio yang maksimal. Pada fase telur ini, biasanya embrio-embrio dari calon hewan muda ini akan dilindungi oleh sebuah cangkang yang mengandung zat kitin hingga akhirnya telur-telur ini akan menetas dan berubah menjadi hewan muda atau yang disebut nimfa.
b.    Fase nimfa
Fase nimfa ni yang menjadi perbedaan antara metamorfosis sempurna dengan metamorfosis tidak sempurna. Pada proses metamorfosis tidak sempurna, para hewan muda yang terbentuk akan sangat mirip dengan bentuk dewasanya. Hal tersebutlah yang membuat fase hewan muda pada metamorfosis tidak sempurna lebih sering disebut fase nimfa dibandingkan fase larva.
c.    Fase dewasa
Berbeda dengan metamorfosis sempurna, proses metamorfosis tidak sempurna ini tidak melalui fase pupa. Jadi sebuah hewan muda dapat dianggap telah memasuki fase imago saat organ-organnya sudah matang, termasuk organ reproduksinya, sehingga para hewan ini dapat segera melakukan perkawinan antara spesies jantan dan spesies betina. Setelah perkawinan ini spesies betina akan membentuk telur-telur baru, sehingga metamorfosis akan terulang.
B.  Pengertian Regenerasi
Setiap larva dan hewan dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan kembali bagian tubuh mereka secara kebetulan hilang atau rusak terpisah. Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut regenerasi. Kemampuan setiap hewaan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda. Hewan avertebrata mempunyai regenerasi yang lebih tinggi daripada hewan vertebrata (Djarubito, 1990).
Menurut Balinsky (1981), suatu organisme khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur atau jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak sengaja karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini disebut regenerasi (Kimball, 1992).
Proses regenerasi dalam banyak hal mirip dengan proses perkembangan embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel yang belum khusus timbullah organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini melibatkan morfogenesis dan diferensiasi seperti perkembangan embrio, akan tetapi paling tidak ada satu cara proses regenerasi yang berbeda dari proses embrio (Kimball, 1992).
Pada hewan invertebrata, misalnya cacing pipih planaria, kemampuan regenerasi lebih besar dibandingkan dengan hewan vertebrata. Pada vertebrata kemampuan regenerasi paling besar terjadi pada hewan-hewan muda dan hewa-hewan yang tingkat diferensiasinya rendah disaat dewasa. Kemampuan regenerasi terbesar terdapat pada urodela, sedangkan pada katak hanya terbatas pada masa larva (khusus untuk ekor dan tungkai). Pada reptil khususnya anggota Lacertilia tertentu (cicak, kadal, tokek), kemampuan regenerasi organ terbatas hanya pada bagian ekor. Untuk mendapatkan kemampuan regenerasi, sel-sel yang sudah terdiferensiasi mula-mula akan mengalami diferensiasi sehingga terbentuk sel-sel embrional (Djarubito, 1990).

C.  Tahapan Proses Regenerasi
Menurut Yatim (1982), ada beberapa tahapan dalam regenerasi anggota tubuh pada hewan, yaitu:
1.    Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab yang bersifat sebagai pelindung.
2.    Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu luka telah tertutup oleh kulit.
3.    Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel. Serta jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4.    Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka.
5.    Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
6.    Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.

D.  Faktor-faktor pada Regenerasi
1.    Faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi
Menurut Yatim (1982), regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
a.    Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan meningkatkan regenerasi.
b.    Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan. Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.
c.    Sistem saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar luka, hal ini dapat dibuktikan dengan radiasi seluruh bagian tubuh terkecuali bagian yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan macam organ yang diregenerasi.
2.    Faktor-faktor penghambat regenerasi
Menurut Yatim (1982), faktor-faktor yang menghambat regenerasi sel antara lain, sebagai berikut:
a.    Pemasukan nutrisi essensial (AAE) rendah, karena pemanasan suhu yang tinggi sekitar 900.
b.    Pemasukan toxin tinggi yang merusak sel, sumber-sumber toxin tersebut antara lain:
1)   External
a)      Zat aditif (perasa, pewarna, pengawet, pengembang, dan pengenyal).
b)      Polusi udara, air, pestisida, kaporit, dan obat-obatan.
2)   Internal, yaitu stress (ketegangan mental), menimbulkan kerusakan sel dan menghambat regenerasi.

E.  Cara Regenerasi pada Semua Jenis Makhluk Hidup
Menurut Surjono (2001), regenerasi pada kenyataannya yang terjadi pada semua jenis makhluk hidup terjadi dalam empat cara utama, yaitu:
a.    Regenerasi yang diperantarai oleh stem cell
Stem cell memungkinkan organisme untuk tumbuh kembali organ atau jaringan tertentu yang telah hilang. Contohnya meliputi pertumbuhan kembali tangkai rambut dari sel induk folikel pada tonjolan rambut dan penggantian terus-menerus sel darah dari sel-sel induk hematopoitek di sumsum tulang.
b.    Epimorfosis
Pada beberapa jenis, struktur dewasa dapat mengalami diferensiasi untuk membentuk suatu massa yang relatif tidak dibedakan dari sel-sel yang kemudian membedakan untuk membentuk struktur baru. Epimorfosis tersebut adalah karakteristik dari anggota badan amphibia.
c.    Morfolaksis
Regenerasi terjadi melalui pembentukan ulang jaringan yang ada, dan terdapat sedikit pertumbuhan yang baru, regenerasi tersebut terlihat dalam Hydra.
d.   Regenerasi pengganti
Pembagian sel-sel dibedakan namun tetap dipertahankan fungsinya yang dibedakan. Sel-sel baru tidak berasal dari sel-sel induk, juga tidak berasal dari diferensiasi dari sel dewasa. Setiap sel menghasilkan sel yang mirip dengan dirinya sendiri, tidak ada massa bentuk jaringan terdiferensiasi. Jenis regenerasi adalah karakteristik dari hati mamalia.

F.   Regenerasi pada Hewan Vertebrata
1.    Salamander
a.    Regenerasi anggota tubuh salamander
Anggota tubuh beberapa hewan vertebrata (misalnya salamander) mempunyai kemampuan beregenerasi. Amputasi diikuti dengan kemampuan menutupi permukaan daerah amputasi dan menghilangkan debris yang timbul dalam luka. Secara experimental dilakukan juga amputasi pada salamander. Ternyata hasil regenerasi itu tidak seperti semula. Ekor baru tidak mengendung notochord lagi, dan vertebrae yang baru tidak mengandung tulang rawan. Ruas- ruas itu hanya menyelaputi batang saraf (medulla spinalis). Jumlah ruas vertebrae tersebut tidak selengkap asalnya. Dalam membuktikan bahwa sel dideferensiasi bisa pluripotent, yakni dapat menumbuhkan jaringan yang bukan dari mana dia berasal, sering dilakukan eksperimen amputasi pada lensa salamander. Lensa baru terbentuk dari sel-sel dari pinggir dorsal iris, yang berasal dari mesoderm. Padahal embriologis lensa tersebut tumbuh atau berasal dari epidermis (Jasin, 1982).
b.    Peranan kulit dan saraf
Jika kulit segera menutupi luka pada amputasi salamander, maka regenerasi terhalang. Seperti ditemukan pada katak, kulit segera menutupi luka. Karena itu jika kaki katak diamputasi, tak terjadi regenerasi, karena kulit segera menutupi luka tersebut. Dengan pemberian larutan garam untuk mencegah lapisan dermis kulit bergerak ke luak, ternyata dapat terjadi regenersi. Jika hanya epidermis kulit yang menutup luka, maka regenerasi dapat terjadi (Yatim, 1982).
Hal ini menunjukan bahwa kulit, terutama denamis, mengandung suatu zat yang memblokir proses regenerasi. Dalam proses terjadinya regenerasi memerlukan kehadiran urat syaraf. Jika syaraf di potong pada waku larva. Kemudian anggota tubuh diamputasi. Maka tidak ada regenerasi yang berlangsung. didisferensiasi  akan terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorsi masuk ke dalam tubuh sehingga proses regenerasi berhenti. Jika hanya syaraf saja yang dipotong, tapi anggota tubuh tetap, anggota itu tidak bergenerasi. Tapi jika saraf dipotong dan anggota tubuh diamputasi, maka tunggulnya akan berdegerasi (Yatim, 1982).
Jika dialihkan saraf lain ke tunggul amputasi yang sarafnya sndiri lebih dulu sudah diangkat, ternyata ada regenerasi hal tersebut membuktikan bahwa perlu kehadiran saraf dalam proses regenerasi. Tentang zat yang terkandung atau keluar dari saraf yang bersifat trophic terhaadap regenerasi tersebut belum diketahui. Eksperimen selanjutnya terhadap ramputai anggota tubuh salamander ialah jika saraf diangkat setelah blastema terbentuk, maka regenerasi akan terus berlangsung. jadi, nampaknya saraf perlu untuk pembentukan blastema. Namun teradi keanehan, yaitu jika sejak embrio saaf diangkat, pertumbuhan anggota akan terus berlangsung. Jika diamputasipun, bagian tersebut akan beregenerasi (Yatim, 1982).


c.    Regenerasi histologi
Pada mamalia, termasuk manusia daya regenerasinya sangat rendah hanya terbatas pada taraf histologi tidak sampai anatomis. Jaringan yang dapat beregenerasi ialah tulang, tulang rawan, otot, saraf, jaringan ikat, dan juga beberapa kelenjar pencernaan seperti hari dan pancreas (Yatim, 1982).
d.   Tulang
Tulang dikenal paling tinggi penyembuhannya, hal tersebut bisa diamati pada saat terjadi patah tulang. Mula-mula darah membeku di tepat patahan (fraktur). Disusul dengan hancurnya matriks tulang, dan osteosit di tempat tersebut akan mati. Periosteum dan endosteum di sekitar patahan akan  terjadinya proliferasi fibroblastnya. Sehingga terjadi penumpukkan sel-sel celah patahan. Proses tersebut akan disusul dengan terbentuknya tulang rawan hialin di daerah tersebut. Kemudian akan terjadi proses osifikasi secara endochondral dan membranous. Trabeculae terbentuk di celah patahan, yang menghubungkan kedua ujung patahan disebut callus. Ossifikasi berlangsung terus sampai semua celah tersebut terisi kembali dengan bahan tulang (Yatim, 1982).
Dalam rangka menyembuhkan patah tulang biasanya dilakukan penekanan dari lura, biasanya berupa bilah papan. Hal tersebut akan menolong remodeling callus sehingga tepi patahan bertaut dengan rata oleh callus. Pada tahap akhir, callus akan diresap dan diganti oleh tulang lamella (Yatim, 1982).
2.    Cicak
Cicak adalah sebagai salah satu contoh dari sekian banyak makhluk hidup yan mempunyai kemampuan dalam regenerasi organ. Cicak akan memutuskan ekornya bila merasa dirinya dalam keadaan bahaya atau menghadapi musuh. Ekor yang diputuskan tersebut akan tergantikan kembali melalui proses regenerasi organ yang memerlukan waktu tertentu dalam proses pembentukannya. Cicak memiliki daya regenerasi yang terdapat pada ekornya (Yatim, 1982).
Ekor cicak memiliki bentuk yang panjang dan lunak yang memungkinkan untuk bisa memendek dan menumpul. Ekor akan mengalami regenerasi bila ekor tersebut putus dalam usaha perlindungan diri dari predator. Regenerasi tersebut diikuti oleh suatu proses, yaitu autotomi. Autotomi adalah proses adaptasi yang khusus membantu hewan melepaskan diri dari serangan musuh. Jadi, autotomi merupakan perwujudan dari mutilasi diri. Cicak jika akan dimangsa oleh predatornya maka akan segera memutuskan ekornya untuk menyelamatkan diri. Ekor yang terputus tersebut dapat tumbuh lagi tetapi tidak sama seperti semula (Yatim, 1982).
3.    Rusa
Seekor rusa dapat membuang kemudian menumbuhkan kembali tanduk mereka dengan besar dan teratur. “Tanduk yang dapat tumbuh kembali merupakan salah satu regenerasi yang paling ekstrem” jelas Monaghan. Rusa dapat menumbuhkan kembali tanduknya yang seberat 27 kilogram dalam kurun waktu tiga bulan saja. Monaghan menjelaskan bahwa mamalia memiliki kemampuan regenerasi yang lebih baik dari apa yang kita kira sebelumnya. Contoh lainnya terjadi pada kelinci yang dapat meregenerasi cuping telingannya, kelelawar yang dapat meregenerasi bagian sayap mereka, tikus berduri dengan cepat meregenerasi kulit dan memperbarui lubang di telinga mereka (Djarubito, 1990).











BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Metamorfosis adalah proses perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan struktur fisik setelah kelahiran atau penetesan (hatching). Pada umumnya metamorfosis diartikan sebagai perubahan bentuk dan struktur dari larva ke dewasa. Pada tingkat organisme terjadi pada hewan Avertebrata dan Vertebrata. Metamorfosis terbagi dua yaitu metamorfosis sempurna (holometabola) dan metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola). Regenerasi adalah kemampuan organisme untuk mengganti bagian-bagian tubuh yang hilang, baik karena luka, rusak maupun karena mengalami autotomi.



















DAFTAR PUSTAKA

Djarubito, Brotowidjoyo. 1990. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Kimball, John W. 1992. Biologi Umum. Jakarta: Erlangga.

Suhono, Budi. 2013. Kamus Lengkap Flora-Fauna Indonesia. Jakarta: PT Kaisar Ilmu.

Surjono, Tien Wiati. 2001. Perkembangan Hewan. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Yatim, Wildan. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito.

No comments:

Post a Comment

LAPORAN PRAKTIKUM II PENGAMATAN KOLENKIM PADA BATANG DAN APERTURA PADA BIJI

LAPORAN PRAKTIKUM II PENGAMATAN KOLENKIM PADA BATANG DAN   APERTURA PADA BIJI Oleh : Dimas Lukito Agung   (1522220029) ...