Friday, 5 April 2019

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN GERAK REFLEKS


LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
GERAK REFLEKS



Disusun Oleh :
Nama : Syahirul Alim
Nim     : 2017411019.P
Dosen : Yunita Panca Putri, S.Si., M.Si






PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG 2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Salah satu sifat makhluk hidup adalah irritabilitas, yaitu kemampuannya untuk merespon stimuli (yang biasanya merupakan suatu perubahan lingkungan). Pada hewan, respon terhadap stimuli melibatkan tiga proses, 1) menerima stimulus, (2) menghantarkan impuls, dan (3) respon oleh efektor (Soewolo, 2000).
Anura sebagai indikator Biologis di alam memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi pada habitatnya. Perubahan lingkungan dapat dilihat dengan semakin berkurangnya populasi katak di alam. Fungsi katak dalam habitat sebagai kontrol ekologis terutama berfungsi pengendali hama dan penyakit karena katak merupakan hewan pemakan hewan kecil khususnya kelompok serangga. Hal ini menyebabkan populasi katak sangat penting dalam ekosistem terutama untuk keseimbangan ekosistem (Nurcahyani, Kanedi dan Kurniawan, 2009) (Wati & Yosmed, 2014).
Sistem saraf pusat merupakan sistem yang pertama kali dibentuk pada saat embriogenesis, serta merupakan sistem yang paling akhir selesai pembentukan dan perkembangannya. Perkembangan otak pada mencit dimulai dengan pembentukan lempeng neural dan alur neural yang terjadi pada umur kebuntingan (uk) 7 hari (Setiawan dkk, 2013).
Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting yang memiliki fungsi antara lain untuk mengontrol dan mengkoordinasikan semua aktivitas normal tubuh serta berperan dalam penyimpanan memori. Jaringan otak memiliki sel utama yakni sel saraf (neuron) yang berfungsi untuk menyampaikan sinyal dari satu sel ke sel lainnya, serta sel-sel glia yang berfungsi untuk melindungi, mendukung, merawat, serta mempertahankan homoestatis cairan di sekeliling neuron (Djuwita dkk, 2012).
Korda spinalis terletak terlindung di dalam kolumna vertebralis, terbagi menjadi bagian servikalis (daerah leher), thorakalis (bagian dada), lumbar (Bagian pinggang), dan sakralis (bagian pinggul). Potongan melintang korda spinalis, akan menampakkan bagian tengah berwarna abu-abu (substansi abu = gray matter) yang dikelilingi bagian yang berwarna putih (Substansi putih = white matter). Substansi abu-abu banyak nengandung badan-badan sel saraf, dendri-dendrit, ujung-ujungnya, saraf penghubung (interneuron), yang semuanya tidak dilapisi meilin. Sedangkan bagian putih mengandug akson-akson yang bermielin (Soewolo, 2000).
 Sistem saraf disusun oleh dua tipe sel yaitu sel neuron dan sel glia. Neuron adalah unit kerja fungsional dari sistem saraf. Kerja sel-sel neuron berlangsung melalui konduksi potensal aksi yang merupakan perubahan sederhana dalam hal polaritas voltase yang terciptaantar membran neuron. Potensial aksi merepresentasikan transmisi informasi melalui sistem saraf secara keseluruhan dan sekaligus menjalankan fungsi koordinasi dan kontrol (Santoso, 2009).
Anura sebagai indikator Biologis di alam memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi pada habitatnya. Perubahan lingkungan dapat dilihat dengan semakin berkurangnya populasi katak di alam. Fungsi katak dalam habitat sebagai kontrol ekologis terutama berfungsi pengendali hama dan penyakit karena katak merupakan hewan pemakan hewan kecil khususnya kelompok serangga. Hal ini menyebabkan populasi katak sangat penting dalam ekosistem  terutama untuk keseimbangan ekosistem (Nurcahyani, Kanedi dan Kurniawan, 2009) (Lestari, 2015).
1.2  Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikun ini adalah untuk mengetahui:
a.     macam-macam refleks yang dikendalikan oleh otak
b.    macam-macam  refleks yang dikandalikanoleh modula spinalis





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sistem Syaraf
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell, 2004).
Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu ( Feriyawati, 2005).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer. Pada sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sum-sum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri. Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sum-sum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak ini berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya (Wulangi, 1994):
a)    Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sum-sum tulang belakang melalui saraf sensorik.
b)   Dari sum-sum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks.
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak (Franson, 1992).
2.2 Gerak reflex
Gerakan reflex adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar merupakan respon setelah adanya rangsang. Gerak refleks akan berhubungan dengan saraf-saraf yang ada dalam tubuh. Secara normal seseorang pasti akan mengalami gangguan pada system sarafnya. Pada umumnya gerak refleks berlangsung terhadap stimulus yang berasal dari luar tubuh, gerak refleks bukanlah gerak dibawah kesadaran dan kemauan, tetapi gerak yang disadari namun pelaksanaan serta respon yang ditimbulkan tidak terpikirkan lebih dulu (Yatim, 2007).
Refleks regangan adalah refleks dengan satu sinap pada lengkung refleksnya. otot sekelet besar terdiri atas banyak kumparan otot. Kumparan otot merupakan organ  sensori tanpa untuk mendeteksi perubahan panjang dan tekanan dari serabut otot. setiap kumparan berisi serabut otot modifikasi yang disebut serabut intrafusal. Pada bagian tengah setiap serabut intrafusal mempunyai reseptor regangan mekanik, yang berhubungan  dengan saraf sensori . peregangan otot mengaktifkan reseptor regangan, meneruskan rangsang kesaraf yang menuju korda spinalis. Dalam kodra spinalis, terminal kumparan serabut sensori membuat kontak eksitatori langsung dengan sinap neuron alfa motorik yang megurus otot yang sama. (Ratna, 1996).
Dalam pengertian sehari-hari refleks dapat digambarkan sebagai respon yang spontan dan otomatik terhadap suatu rangsang tanpa melibatkan otak. Dalam pengertian yang lebih luas, refleks merupakan mekanisme yang memulai semua aktifitas tubuh. Contoh refleks dalam pengertian sehari-hari adalah menutupnya kelopak mata dengan cepat bila ada benda yang mengenai mata, refleks baru akan terjadi bila didukung oleh lengkung refleks. Lengkung refleks pada umumnya terdiri dari reseptor, neuron, sensorik, pusat saraf, neuron motorik, dan efektor. Lengkung saraf yang sederhana hanya melibatkan dua rangkaian neuron antara reseptor dan efektor atau hanya mempunyai sebuah sinapsis antara neuron sensorik dengan neuron motorik dan disebut lengkung refleks monosinaptik misalnya pada lutut, jika lengkung saraf melibatkan satu atau lebih neuron penghubung antara neuron sensorik dan neuron motorik disebut lengkung refleks polisinaptik (Zulkarnain, 2011).
System saraf manusia mengandung paling tidak 10 bilion sel saraf yang merupakan komponen dasar system saraf. System saraf meliputi otak, sumsum tulang belakang ganglion dan saraf. Unit structural dan fungsional dari system saraf adalah sel saraf atau neuron. System saraf dikelompokkan  menjadi dua yaitu system saraf pusat dan system saraf tepi atau perifer. Setem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, sedangkan system saraf tepi terjadi atas semua saraf yang letaknya diluar sumsum tulang belakang (Pagarra, 2010).
Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan menjalarkan impuls. Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf, tetapi dapat pula menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Penjalaran impuls melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik atau transmisi kimiawi (dengan bantuan neurotransmitter) (Wiwi, 2006)




BAB III
METEDOLOGI PRAKTIKUM

3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari jum’at, tanggal 19 Maret  2018 pukul 10:00-12:00 WIB. Bertempat di laboratorium Terpadu Universitas PGRI  Palembang.

3.2  Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
. Adapun alat-alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini yaitu papan dan alat seksi, aquarium, lampu spritus, themometer, glass piala  600 cc, alat penghitung, dan kapas. 
3.2.2 Bahan
Adapun bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu katak, dan air hangat,
3.3   Prosedur Kerja
a.      katak Normal
1.      letakan katak dnegan posisi normal pada papan, amati posisi kepala, mata dan anggota geraknya. sentuh kornea, matanya dengan kapas,  kemudian liahat apa yang terjadi
2.      hitung prekuensi pernafasan permenit dengan cara menghitung gerakan kulit pada rahang.
3.      amati ke seimbang dengan cara
a.       letakan kakak dalam posisi telentang pada papan. putar papan secara horizontal. amati posisi dan gerak kepala, mata dan anggota gerak lainya.
b.      miringkan  papan perlahan-lahan sehingga kepala katak sedikit terangkat. liahat apa yang terjadi pada katak.
4.      masukan kata ke dalam aquarium berisi air amati cara berenang
5.      keluarkan katak dari aquarium, letakkan pada papan pada posisi normal.
6.      cubit jari kaki dengan pinset, apa yang terjadi.
7.      masukan salah Satu kaki ke dalam glass piala yang berisi air (suhu kamar)  kemudian panas kan . pada suhu berapa katak akan berreaksi
8.      masukan jari kaki yang lain kedalam air panas 80 derajad C. apa yang terjadi
b.      katak spinal  (katak yang mengalami pengrusakan otak)
1.      rusak otak dengan single pithing, istirahatkan katak 5-6 menit untuk menghilangkan neural shock
2.      beri perlakuan kepada katak normal. amati refleks yang terjadi.
c.       katak yang sudah mengalami pengrusakan otak dan modula spinalsis
1.      rusak modula spinalis dengan double phithing, istirahatkan katak  selama 5-6 menit
2.      beri perlakuan kepada katak normal. amati refleks yang terjadi.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
Tabel 1. letak katak dengan posisi normal

Reaksi kata
Keteranagn
Letak posisi normal
Kepala
Ke atas, kepala miring

Mata
Berkedip

Anggota gerak
Loncat pelan
Frekuensi
Gerak kulit bernafas
54 denyut / 46 denyut
Keseimbangan
Telentang
Pada posisi telentang kepala keatas, mata tidak berkedip, dan anggota gerak ber gerak aktif

Miring
Membalik badan dan langsung meloncat.
Cara berenang
Berenang
Arah berenang ke depan dengan kedua alat gerak.
Kaki berenang mendayung kesamping

Katak yang sudah berenang
Di letakan posisi normal
Tidak ada gerakan
Di cubit kaki
Dengan pinset
Gerak refleks meloncat
Katak pada air biasa
Suhu kamar
Biasa saja
Katak pada  air panas
Suhu 80 derajat C
Menarik kaki dengan cepat

Tabel 2. katak yang mengalami kerusakan otak
Pengamatan
Reaksi kata 
Keterangan
Rusak otak katak
Bergerak pada menit ke 3
Bergerak satu langkah
Alat refleks
Tidak bergerak
Tidak bergerak



4.2  Pembahasan
Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus simpatikus. Kedua sistem ini bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon (Johnson, 1984).
Hasil percobaan refleks spinal pada katak setelah dilakukan perusakan otak menunjukan bahwa kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik atau penanggapi respon, gerakan menarik kaki tersebut disebut reflek melarikan diri. Pemijatan lebih kuat pada kaki akan menyebabkan reflek menjalar ke kaki sebelah dan mungkin juga kaki depan. Gerak reflek juga terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat, gerak tersebut juga disebut reflek melarikan diri, kemudian terlihat pula gerakan menghapuskan asamnya yang disebut dengan reflek menghapuskan. Perusakkan ¼ dan ½ tulang belakang juga menghasilkan hasil yang positif, yaitu menunjukan kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik kembali.pemijatan lebih kuat pada kaki katak juga akan menyebabakan refleks menjalar ke kaki sebelahnya dan mungkin juga kaki depan. Gerakan refleks terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat, gerak tersebut disebut gerak melarikan diri, kemudian terlihat gerakan menghapus asamnya.
Ketika kaki katak dicelupkan ke dalam larutan H2SO4, katak langsung menarik kakinya dan terlihat seperti melakukan gerakan menghapus larutan yang menempel di kaki, hal ini terjadi karena larutan H2SO4 memberikan rangsangan panas yang membakar kulit. Refleks yang diberikan katak saat perlakuan tersebut sesuai dengan pernyataan Ville  (1988), yaitu respon menarik kaki setelah dicelupkan ke dalam larutan H2SO4 melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara terpadu dan merupakan suatu refleks murni. Menurut Frandson (1992), katak akan menarik kakinya apabila diberi stimulus seperti masuknya rangsangan asam, misalnya H2SO4.
Perusakan ¾ bagian tulang belakang menunjukkan respon negatif pada gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki belakang juga menunjukan hasil yang negatif sedangkan pada penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon positif. Pada perusakan seluruh tulang belakang menunjukan respon penarikan kaki belakang, sedangkan untuk gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon yang negatif. Hal ini menunjukan bahwa saraf-saraf yang berhubungan dengan saraf spinalis rusak semuanya sehingga tidak ada stimulus yang dapat direspon oleh katak. Menurut Pearce (1989), perusakan pada sumsum tulang belakang ternyata juga merusak tali-tali spinal sebagai jalur-jalur saraf. Tali-tali spinal terdiri dari saraf sensori dan motori, oleh karena itu bila saraf tersebut rusak maka respon terhadap stimulus tidak akan terjadi. Menurut Trueb dan Duellman (1986), menyatakan bahwa perusakan ¼ dari sumsum tulang belakang tidak merusak semua sistem saraf yang menyebabkan reflek spinal, jadi masih ada respon positifnya, demikian juga untuk perusakan ½ dan ¾ sumsum tulang belakang. Semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan semakin melemah.
Refleks merupakan respon organ efektor atau kelenjar yang bersifat spontan atau otomatis. Menurut Walter dan Stayles (1990) yaitu refleks penarikan disebut juga respon, untuk melaksanakan hal tersebut terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut, stimulus dideteksi oleh reseptor kulit, hal ini mengawali implus-implus saraf pada neuron sensori yang berasal dari reseptor kulit menuju ke tali spinal melalui afektor. Implus ini memasuki tali spinal dan mengawali implus pada neuron motor yang sesuai dan bila impuls ini mencapai antara neuron motor dan otot maka dirangsang untuk kontraksi. Menurut Start dan Belmot (1991), refleks merupakan respon halus otomatis yang baku terhadap suatu rangsangan dan hanya tergantung pada hubungan anatomi dari hewan yang terlibat. Refleks yang divariasi telah ada sejak lahir, sedangkan refleks bersyarat diperoleh kemudian sebagai hasil dari pengalaman. Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan, 2007).
Menurut Kimball (1988), rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum tulang belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya ketika ditelentangkan, sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang menunjukkan sistem saraf perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor menerima rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi potensial aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki ketika dimasukan ke dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh sumsum tulang belakang dan bukan dari otak.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa Sistem saraf berfungsi untuk mengoordinasikan seluruh aktivitas pada tubuh hewan. Sel penyusun sistem saraf dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sel saraf/neuron dan sel glia. Sel neuron berfungsi untuk menerima dan meneruskan impuls, sedangkan sel gliaberfungsi untuk mendukung struktur dan funsi sel neuron, tetapi tidak terlibat secaralangsung dalam proses perjalanan impuls.
a.         Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus simpatikus. Kedua sistem ini bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon
b.         Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan menjalarkan impuls. Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf, tetapi dapat pula menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Penjalaran impuls melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik atau transmisi kimiawi (dengan bantuan neurotransmitter).

5.2 Saran
Adapun saran yang dapt di sampaikan yaitu agar mahasiswa dapat teliti dalam praktikum ini harus lah amati dengan hati-hati.


DAFTAR PUSTAKA

Bevelender, G. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Djuhanda, T.  1988.  Anatomi Perbandingan Vertebrata II.  Armico, Bandung.
Frandson, F. D.  1992.  Anatomi dan Fisiologi Ternak.  UGM Press, Yogyakarta.
Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat antar Universitas Bidang Ilmu Hayati. ITB, Bandung.
Gordon, M.S. 1977. Animal Physiology. Mc Millan Publisher Co. Ltd, New York.
Gunawan, Adi, M. S. 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neurotransmisi). Integral, vol. 7 no. 1.
Hadikastowo.  1982.  Zoologi Umum.  Alumni, Bandung.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Kimball, J.W. 1988. Biologi edisi kelima. Erlangga, Jakarta.
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Cetakan pertama. ALFABETA : Bandung.
Soewolo, dkk. 1994. Fisioloi Hewan. UT : Jakarta.



No comments:

Post a Comment

LAPORAN PRAKTIKUM II PENGAMATAN KOLENKIM PADA BATANG DAN APERTURA PADA BIJI

LAPORAN PRAKTIKUM II PENGAMATAN KOLENKIM PADA BATANG DAN   APERTURA PADA BIJI Oleh : Dimas Lukito Agung   (1522220029) ...