LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
GERAK REFLEKS
Disusun Oleh :
Nama :
Syahirul Alim
Nim :
2017411019.P
Dosen : Yunita
Panca Putri, S.Si., M.Si
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sifat
makhluk hidup adalah irritabilitas, yaitu kemampuannya untuk merespon stimuli
(yang biasanya merupakan suatu perubahan lingkungan). Pada hewan, respon
terhadap stimuli melibatkan tiga proses, 1) menerima stimulus, (2) menghantarkan
impuls, dan (3) respon oleh efektor (Soewolo, 2000).
Anura sebagai indikator
Biologis di alam memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi
pada habitatnya. Perubahan lingkungan dapat dilihat dengan semakin berkurangnya
populasi katak di alam. Fungsi katak dalam habitat sebagai kontrol ekologis
terutama berfungsi pengendali hama dan penyakit karena katak merupakan hewan
pemakan hewan kecil khususnya kelompok serangga. Hal ini menyebabkan populasi
katak sangat penting dalam ekosistem terutama untuk keseimbangan ekosistem
(Nurcahyani, Kanedi dan Kurniawan, 2009) (Wati & Yosmed, 2014).
Sistem saraf pusat
merupakan sistem yang pertama kali dibentuk pada saat embriogenesis, serta
merupakan sistem yang paling akhir selesai pembentukan dan perkembangannya.
Perkembangan otak pada mencit dimulai dengan pembentukan lempeng neural dan
alur neural yang terjadi pada umur kebuntingan (uk) 7 hari (Setiawan dkk,
2013).
Otak merupakan organ
tubuh yang sangat penting yang memiliki fungsi antara lain untuk mengontrol dan
mengkoordinasikan semua aktivitas normal tubuh serta berperan dalam penyimpanan
memori. Jaringan otak memiliki sel utama yakni sel saraf (neuron) yang
berfungsi untuk menyampaikan sinyal dari satu sel ke sel lainnya, serta sel-sel
glia yang berfungsi untuk melindungi, mendukung, merawat, serta mempertahankan
homoestatis cairan di sekeliling neuron (Djuwita dkk, 2012).
Korda spinalis terletak
terlindung di dalam kolumna vertebralis, terbagi menjadi bagian servikalis
(daerah leher), thorakalis (bagian dada), lumbar (Bagian pinggang), dan
sakralis (bagian pinggul). Potongan melintang korda spinalis, akan menampakkan
bagian tengah berwarna abu-abu (substansi abu = gray matter) yang dikelilingi
bagian yang berwarna putih (Substansi putih = white matter). Substansi abu-abu
banyak nengandung badan-badan sel saraf,
dendri-dendrit, ujung-ujungnya, saraf penghubung (interneuron),
yang semuanya tidak dilapisi meilin. Sedangkan bagian putih mengandug
akson-akson yang bermielin (Soewolo, 2000).
Sistem saraf disusun oleh dua tipe sel yaitu
sel neuron dan sel glia. Neuron adalah unit kerja fungsional dari sistem saraf.
Kerja sel-sel neuron berlangsung melalui konduksi potensal aksi yang merupakan
perubahan sederhana dalam hal polaritas voltase yang terciptaantar membran
neuron. Potensial aksi merepresentasikan transmisi informasi melalui sistem
saraf secara keseluruhan dan sekaligus menjalankan fungsi koordinasi dan
kontrol (Santoso, 2009).
Anura sebagai indikator
Biologis di alam memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi
pada habitatnya. Perubahan lingkungan dapat dilihat dengan semakin berkurangnya
populasi katak di alam. Fungsi katak dalam habitat sebagai kontrol ekologis
terutama berfungsi pengendali hama dan penyakit karena katak merupakan hewan
pemakan hewan kecil khususnya kelompok serangga. Hal ini menyebabkan populasi
katak sangat penting dalam ekosistem
terutama untuk keseimbangan ekosistem (Nurcahyani, Kanedi dan Kurniawan,
2009) (Lestari, 2015).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikun ini adalah untuk mengetahui:
a.
macam-macam
refleks yang dikendalikan oleh otak
b.
macam-macam refleks yang dikandalikanoleh modula spinalis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Sistem Syaraf
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi yang berfungsi sebagai
penerima dan penghantar rangsangan ke semua bagian tubuh dan selanjutnya
memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut. Jadi, jaringan saraf
merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan
khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh (Campbell, 2004).
Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi
antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini
juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh
hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem
inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan
gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon
terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf
yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan
tingkah laku individu ( Feriyawati, 2005).
Integrasi adalah proses penerjemahan informasi yang berasal dari
stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan, kemudian dihubungkan dengan respon
tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi dilakukan dalam sistem sraf pusat,
yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada vertebrata). Output motoris adalah
penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke sel-sel efektor. Sinyal tersebut
dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip tali yang berasal dari penjuluran
neuron yang terbungkus dengan ketat dalam jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan
sinyal motoris dan sensoris antara sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain
secara bersamaan disebut sistem saraf tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata terdapat satu pasang saraf perifer.
Pada sebagian besar saraf spinal, neuron aferen dan eferen terletak berdekatan,
tetapi sum-sum tulang belakang saraf terbagi menjadi akar dorsal dan akar
ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar dorsal terdapat neuron aferen dan
mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion akar dorsal, yang mengandung badan
sel-selnya sendiri. Badan sel neuron aferen hampir selamanya terletak dalam
ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal spinal. Neuron aferen masuk ke
dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir pada sinapsis dengan dendrit atau
badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua vertebrata pada dasarnya sama,
meskipun pada vertebrata yang paling primitif akar-akar itu di perifer tidak
bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari sum-sum maelalui akar dorsal
(Villee, 1988).
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak.
Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak ini berguna untuk mengatasi kejadian
yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya (Wulangi, 1994):
a)
Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sum-sum tulang belakang
melalui saraf sensorik.
b)
Dari sum-sum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa
melalui saraf motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek
yang disebut lengkung refleks.
Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha mengelak dari
suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak refleks
berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan.
Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal.
Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya
memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu yang
sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal.
Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks
tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak (Franson, 1992).
2.2
Gerak reflex
Gerakan reflex adalah gerakan yang dilakukan tanpa
sadar merupakan respon setelah adanya rangsang. Gerak refleks akan berhubungan
dengan saraf-saraf yang ada dalam tubuh. Secara normal seseorang pasti akan
mengalami gangguan pada system sarafnya. Pada umumnya gerak refleks berlangsung
terhadap stimulus yang berasal dari luar tubuh, gerak refleks bukanlah gerak
dibawah kesadaran dan kemauan, tetapi gerak yang disadari namun pelaksanaan
serta respon yang ditimbulkan tidak terpikirkan lebih dulu (Yatim, 2007).
Refleks regangan adalah refleks dengan satu sinap
pada lengkung refleksnya. otot sekelet besar terdiri atas banyak kumparan otot.
Kumparan otot merupakan organ sensori
tanpa untuk mendeteksi perubahan panjang dan tekanan dari serabut otot. setiap
kumparan berisi serabut otot modifikasi yang disebut serabut intrafusal. Pada
bagian tengah setiap serabut intrafusal mempunyai reseptor regangan mekanik,
yang berhubungan dengan saraf sensori .
peregangan otot mengaktifkan reseptor regangan, meneruskan rangsang kesaraf
yang menuju korda spinalis. Dalam kodra spinalis, terminal kumparan serabut
sensori membuat kontak eksitatori langsung dengan sinap neuron alfa motorik
yang megurus otot yang sama. (Ratna, 1996).
Dalam pengertian sehari-hari refleks dapat
digambarkan sebagai respon yang spontan dan otomatik terhadap suatu rangsang
tanpa melibatkan otak. Dalam pengertian yang lebih luas, refleks merupakan
mekanisme yang memulai semua aktifitas tubuh. Contoh refleks dalam pengertian
sehari-hari adalah menutupnya kelopak mata dengan cepat bila ada benda yang
mengenai mata, refleks baru akan terjadi bila didukung oleh lengkung refleks.
Lengkung refleks pada umumnya terdiri dari reseptor, neuron, sensorik, pusat
saraf, neuron motorik, dan efektor. Lengkung saraf yang sederhana hanya
melibatkan dua rangkaian neuron antara reseptor dan efektor atau hanya
mempunyai sebuah sinapsis antara neuron sensorik dengan neuron motorik dan
disebut lengkung refleks monosinaptik misalnya pada lutut, jika lengkung saraf
melibatkan satu atau lebih neuron penghubung antara neuron sensorik dan neuron
motorik disebut lengkung refleks polisinaptik (Zulkarnain, 2011).
System saraf manusia mengandung paling tidak 10
bilion sel saraf yang merupakan komponen dasar system saraf. System saraf
meliputi otak, sumsum tulang belakang ganglion dan saraf. Unit structural dan
fungsional dari system saraf adalah sel saraf atau neuron. System saraf
dikelompokkan menjadi dua yaitu system
saraf pusat dan system saraf tepi atau perifer. Setem saraf pusat terdiri dari
otak dan sumsum tulang belakang, sedangkan system saraf tepi terjadi atas semua
saraf yang letaknya diluar sumsum tulang belakang (Pagarra, 2010).
Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan
menjalarkan impuls. Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf, tetapi dapat
pula menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Penjalaran impuls melintasi
sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik atau transmisi kimiawi
(dengan bantuan neurotransmitter) (Wiwi, 2006)
BAB
III
METEDOLOGI
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari jum’at, tanggal 19 Maret
2018 pukul 10:00-12:00 WIB. Bertempat di laboratorium Terpadu
Universitas PGRI Palembang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
. Adapun alat-alat
yang dibutuhkan dalam praktikum ini yaitu papan dan alat seksi, aquarium, lampu
spritus, themometer, glass piala 600 cc,
alat penghitung, dan kapas.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu katak, dan air hangat,
3.3
Prosedur
Kerja
a.
katak Normal
1.
letakan katak dnegan posisi normal pada papan, amati posisi kepala,
mata dan anggota geraknya. sentuh kornea, matanya dengan kapas, kemudian liahat apa yang terjadi
2.
hitung prekuensi pernafasan permenit dengan cara menghitung gerakan
kulit pada rahang.
3.
amati ke seimbang dengan cara
a.
letakan kakak dalam posisi telentang pada papan. putar papan secara
horizontal. amati posisi dan gerak kepala, mata dan anggota gerak lainya.
b.
miringkan papan perlahan-lahan sehingga
kepala katak sedikit terangkat. liahat apa yang terjadi pada katak.
4.
masukan kata ke dalam aquarium berisi air amati cara berenang
5.
keluarkan katak dari aquarium, letakkan pada papan pada posisi normal.
6.
cubit jari kaki dengan pinset, apa yang terjadi.
7.
masukan salah Satu kaki ke dalam glass piala yang berisi air (suhu
kamar) kemudian panas kan . pada suhu
berapa katak akan berreaksi
8.
masukan jari kaki yang lain kedalam air panas 80 derajad C. apa yang
terjadi
b.
katak spinal (katak yang mengalami pengrusakan otak)
1.
rusak otak dengan single pithing, istirahatkan katak 5-6 menit untuk
menghilangkan neural shock
2.
beri perlakuan kepada katak normal. amati refleks yang terjadi.
c.
katak yang sudah
mengalami pengrusakan otak dan modula spinalsis
1.
rusak modula spinalis dengan double phithing, istirahatkan katak selama 5-6 menit
2.
beri perlakuan kepada katak normal. amati refleks yang terjadi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. letak katak dengan posisi normal
|
Reaksi kata
|
Keteranagn
|
Letak posisi normal
|
Kepala
|
Ke atas, kepala miring
|
|
Mata
|
Berkedip
|
|
Anggota gerak
|
Loncat pelan
|
Frekuensi
|
Gerak kulit bernafas
|
54 denyut / 46 denyut
|
Keseimbangan
|
Telentang
|
Pada posisi telentang kepala keatas, mata tidak
berkedip, dan anggota gerak ber gerak aktif
|
|
Miring
|
Membalik badan dan langsung meloncat.
|
Cara berenang
|
Berenang
|
Arah berenang ke depan dengan kedua alat gerak.
Kaki berenang mendayung kesamping
|
Katak yang sudah berenang
|
Di letakan posisi normal
|
Tidak ada gerakan
|
Di cubit kaki
|
Dengan pinset
|
Gerak refleks meloncat
|
Katak pada air biasa
|
Suhu kamar
|
Biasa saja
|
Katak pada
air panas
|
Suhu 80 derajat C
|
Menarik kaki dengan cepat
|
Tabel 2. katak yang mengalami kerusakan otak
Pengamatan
|
Reaksi kata
|
Keterangan
|
Rusak otak katak
|
Bergerak pada menit ke 3
|
Bergerak satu langkah
|
Alat refleks
|
Tidak bergerak
|
Tidak bergerak
|
4.2
Pembahasan
Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri
dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat
yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang meliputi
saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus simpatikus. Kedua sistem ini bekerja
saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk
aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf perifer
berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya
stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon (Johnson, 1984).
Hasil percobaan refleks spinal pada katak setelah
dilakukan perusakan otak menunjukan bahwa kaki katak dapat membalikan tubuhnya,
kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset
maka kakinya akan ditarik atau penanggapi respon, gerakan menarik kaki tersebut
disebut reflek melarikan diri. Pemijatan lebih kuat pada kaki akan menyebabkan
reflek menjalar ke kaki sebelah dan mungkin juga kaki depan. Gerak reflek juga
terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat,
gerak tersebut juga disebut reflek melarikan diri, kemudian terlihat pula
gerakan menghapuskan asamnya yang disebut dengan reflek menghapuskan.
Perusakkan ¼ dan ½ tulang belakang juga menghasilkan hasil yang positif, yaitu
menunjukan kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang
dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik
kembali.pemijatan lebih kuat pada kaki katak juga akan menyebabakan refleks
menjalar ke kaki sebelahnya dan mungkin juga kaki depan. Gerakan refleks
terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat,
gerak tersebut disebut gerak melarikan diri, kemudian terlihat gerakan
menghapus asamnya.
Ketika kaki katak dicelupkan ke dalam larutan H2SO4,
katak langsung menarik kakinya dan terlihat seperti melakukan gerakan menghapus
larutan yang menempel di kaki, hal ini terjadi karena larutan H2SO4 memberikan
rangsangan panas yang membakar kulit. Refleks yang diberikan katak saat
perlakuan tersebut sesuai dengan pernyataan Ville (1988), yaitu respon menarik kaki setelah
dicelupkan ke dalam larutan H2SO4 melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara
terpadu dan merupakan suatu refleks murni. Menurut Frandson (1992), katak akan
menarik kakinya apabila diberi stimulus seperti masuknya rangsangan asam,
misalnya H2SO4.
Perusakan ¾ bagian tulang belakang menunjukkan
respon negatif pada gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki belakang juga
menunjukan hasil yang negatif sedangkan pada penarikan kaki depan dan
pencelupan H2SO4 menunjukan respon positif. Pada perusakan seluruh tulang
belakang menunjukan respon penarikan kaki belakang, sedangkan untuk gerakan
membalikan tubuh, penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon
yang negatif. Hal ini menunjukan bahwa saraf-saraf yang berhubungan dengan
saraf spinalis rusak semuanya sehingga tidak ada stimulus yang dapat direspon
oleh katak. Menurut Pearce (1989), perusakan pada sumsum tulang belakang
ternyata juga merusak tali-tali spinal sebagai jalur-jalur saraf. Tali-tali
spinal terdiri dari saraf sensori dan motori, oleh karena itu bila saraf
tersebut rusak maka respon terhadap stimulus tidak akan terjadi. Menurut Trueb
dan Duellman (1986), menyatakan bahwa perusakan ¼ dari sumsum tulang belakang
tidak merusak semua sistem saraf yang menyebabkan reflek spinal, jadi masih ada
respon positifnya, demikian juga untuk perusakan ½ dan ¾ sumsum tulang
belakang. Semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan
semakin melemah.
Refleks merupakan respon organ efektor atau kelenjar
yang bersifat spontan atau otomatis. Menurut Walter dan Stayles (1990) yaitu
refleks penarikan disebut juga respon, untuk melaksanakan hal tersebut terjadi
reaksi-reaksi sebagai berikut, stimulus dideteksi oleh reseptor kulit, hal ini
mengawali implus-implus saraf pada neuron sensori yang berasal dari reseptor
kulit menuju ke tali spinal melalui afektor. Implus ini memasuki tali spinal
dan mengawali implus pada neuron motor yang sesuai dan bila impuls ini mencapai
antara neuron motor dan otot maka dirangsang untuk kontraksi. Menurut Start dan
Belmot (1991), refleks merupakan respon halus otomatis yang baku terhadap suatu
rangsangan dan hanya tergantung pada hubungan anatomi dari hewan yang terlibat.
Refleks yang divariasi telah ada sejak lahir, sedangkan refleks bersyarat
diperoleh kemudian sebagai hasil dari pengalaman. Refleks merupakan sebagian
kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam
perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian
distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke
bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan
keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan,
2007).
Menurut Kimball (1988),
rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum
tulang belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya
ketika ditelentangkan, sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang
menunjukkan sistem saraf perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja.
Reseptor menerima rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah
menjadi potensial aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki
ketika dimasukan ke dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh
sumsum tulang belakang dan bukan dari otak.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
praktikum dapat disimpulkan bahwa Sistem saraf berfungsi untuk mengoordinasikan
seluruh aktivitas pada tubuh hewan. Sel penyusun sistem saraf dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu sel saraf/neuron dan sel glia. Sel neuron berfungsi untuk
menerima dan meneruskan impuls, sedangkan sel gliaberfungsi untuk mendukung
struktur dan funsi sel neuron, tetapi tidak terlibat secaralangsung dalam
proses perjalanan impuls.
a.
Sistem saraf adalah suatu sistem organ
yang terdiri dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem
saraf pusat yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang
meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus simpatikus. Kedua sistem ini
bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi
untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf
perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya
stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon
b.
Sel saraf bekerja dengan cara
menimbulkan dan menjalarkan impuls. Impuls dapat menjalar pada sebuah sel
saraf, tetapi dapat pula menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps.
Penjalaran impuls melintasi sinaps dapat terjadi dengan cara transmisi elektrik
atau transmisi kimiawi (dengan bantuan neurotransmitter).
5.2 Saran
Adapun saran
yang dapt di sampaikan yaitu agar mahasiswa dapat teliti dalam praktikum ini
harus lah amati dengan hati-hati.
DAFTAR PUSTAKA
Bevelender, G. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Djuhanda, T.
1988. Anatomi Perbandingan Vertebrata II.
Armico, Bandung.
Frandson, F. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press, Yogyakarta.
Goenarso.
1989. Fisiologi Hewan. Pusat antar
Universitas Bidang Ilmu Hayati. ITB, Bandung.
Gordon, M.S. 1977. Animal Physiology. Mc Millan Publisher Co. Ltd, New York.
Gunawan,
Adi, M. S. 2002. Mekanisme Penghantaran
dalam Neuron (Neurotransmisi). Integral, vol. 7 no. 1.
Hadikastowo.
1982. Zoologi Umum. Alumni,
Bandung.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi
Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Kimball, J.W. 1988. Biologi edisi kelima. Erlangga, Jakarta.
Rusyana,
Adun. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori
dan Praktik). Cetakan pertama. ALFABETA : Bandung.
Soewolo, dkk. 1994. Fisioloi
Hewan. UT : Jakarta.
No comments:
Post a Comment